Jumat, 03 Mei 2013

ICUL si Badak Bercula satu

Icul adalah seekor anak badak bercula satu yang sok tahu. Tiap hari icul berkeliling di hutan tempatnya tinggal, bermain tanpa henti hingga ibunya khawatir.
"Icul,... kau harus berhati-hati jika sedang bermain. Perangkap pemburu tersebar di tepian hutan!", Ibunya icul mengingatkan anaknya.

"Lalu, memang kenapa dengan perangkap itu, ibu !" tanya Icul ingin tahu.

"Tentu saja, kau akan terperangkap dan pemburu akan membawamu ke tempat sangat jauh dan asing!", jawab ibu.

"Mengapa pemburu ingin menangkap kita, bu!" Icul semakin ingin tahu.

"Mereka ingin mengambil cula kebanggaan kita, padahal keluarga badak satu cula sudah langka dan hampir punah. Tetapi masih saja kita diburu," Ibu Icul tampak sedih.

Icul mengangguk-angguk mendengar kata-kata ibunya. Tetapi dalam hatinya Icul merasa penasaran dengan sosok pemburu dan perangkapnya.

Suatu hari, ketika icul sedang bermain-main, dia melihat manusia yang sedang memasang jaring dari tali yang tebal dan tampak kuat. Icul begitu ingin tahu, dia mengawasi semua gerak gerik manusia itu. Setelah mereka pergi, icul perlahan mendekati jaring-jaring itu. Diamatinya, lalu disentuhnya perlahan dengan cula kecilnya. Oh! jaring yang hebat! Kuat dan seperti terbuat dari besi!

"Ah, tampaknya benda ini tidak berbahaya! Ibu hanya terlalu khawatir," bisik Icul. Sifat sok tahunya mulai muncul.

Ditelusurinya ujung jaring itu. Ada delapan tali yang berakhir diatas pohon.

"Tampaknya asik juga kalau a aku bermain lompat-lompat di tengah jaring ini!" Icul mulai melangkahkan kaki ke tengah-tengah. Tiba-tiba,....

"Aaaaaaaaa!!!! Tooolloooonggg! Ibuuuuuuu!" Icul berteriak sekuat tenaga.


Jaring itu dengan cepat membungkus tubuh icul, menarik ke atas dan icul bergelantu Para pemburu segera muncul dan dengan cepat menarik tali itu. Icul teringat Ibunya dan menyesal telah langgar nasihat Sang Ibu.

"Ibuuuuuu!" Tangis Icul.

Terdengar suara gemerisik dari balik semak-semak. Seekor badak Raksasa muncul tampak marah. Dia mendengus, sambil menghentakkan kakinya. Para pemburu terkejut bukan kepalang.

"Ibu,....Ibteriak Ical senang,...

"kau diam disitu nak! Biar ibu halau pemburu ini" kata kanya.

Para pemburu mundur perlahan, badak bercula satu itu sungguh sangat besar, tiga orang manusia tidak sanggup melawannya.

"Haaaa,... Badak ini besar , pasti beratnya ribuan kilo dan tingginya sekitar 3 meter!" ucap seorang pemburu dengan gemetar.

"Lariiiiiii!" balas pemburu lainnya,
 tak lama tampak ketiganya tunggang langgang berlari menjauh.
Ibu Icul membiarkan mereka pergi, karena baginya yang penting Icul telah selamat.

"Maafkan aku Ibu. Aku tidak menjalankan nasihatmu." Icul berbisik lirih.

Ibu Icul hanya tersenyum lembut, diusapnya kepala badak kecil itu perlahan. Lalu mereka berdua berjalan pulang menuju ke tengah hutan.

Singa, Cerpelai dan Rubah

Singa dan cerpelai adalah  sepasang sahabat yang setia dan senang berbagi. Apapun yang mereka dapat pasti selalu  mereka bagi. Rupanya hal itu mendatangkan   rasa iri pada seekor rubah. Dicarinya cara agar kedua binatang itu bermusuhan. Pada suatu hari, dilihatnya singa dan  cerpelai sedang berada di dua tempat yang berbeda. Timbul akan jahat si Rubah.

Singa yang mendapatkan buruan seekor domba, dengan riang gembira membawa hasil buruannya ke rumah dan ketika melintasi rumah cerpelai, sang sing, " Hai kawan datang rumahku untuk menikmati santap siang!"

"Ah, kau tukang pamer! Baru dapat buruan kecil begitu saja sudah mengundangku!" terdengar suara cerpelai menjawab. Singa terkejut dan tak percaya sahabatnya menjawab dengan tidak ramah.

Sementara itu dilain tempat, cerpelai mendapatkan banyak buah-buahan segar , segera melewati rumah singa untuk berbagi.

"Singa,.... ini ada banyak buah0-buahan segar kesukaanmu! Ayo datang ke rumahku!" teriak cerpelai dengan riang.

"Huh! Buah-buahan busuk begitu kau tawarkan. Aku tidak suka !" ketur terdengan jawaban singa. Cerpelai terkejut dan merasa kecewa, tak disangka sahabatnya akan berbuat seperti itu.

Hari demi hari dilewati kedua binatang itu tanpa bicara. dan hal ini membuat rubah tertawa senang. Hingga suatu hari, ketika singan dan cerpelai tidak sengaja bertemu, mereka memberanikan diri untuk saling bertanya.

 "Rupanya kau tidak pernah meengar tawaranku. Lalu siapa yang menjawab dengan suaramu, ya?" tanya mereka bingung.

Tiba-tiba terdengar suara mirip suara cerpelai dari semak-semak. Keduanya menghampiri asal suara itu. Dilihatnya seekor rubah sedang tidur dan mengigau, bersuara persis seperti suara cerpelai. Tahulah mereka ulah siapa itu.

"Maafkan aku, aku hanya iri pada persahabatan kalian," rubah memohon ampun pada kedua binatang itu.

Keduanya memaafkan dengan syarat rubah harus mencarikan makanan setiap hari kepada kedua sahabat itu, sebagai ganjaran akan perbuatannya.



Rabu, 10 April 2013

Sang Pangeran Kodok



Pada zaman dahulu ketika masih ingin membantu satu, hiduplah seorang raja yang putri semua indah, tapi yang termuda begitu indah bahwa matahari itu sendiri, yang telah melihat begitu banyak, heran setiap kali bersinar di wajahnya. Dekat dengan puri raja berbaring hutan gelap yang besar, dan di bawah pohon limau tua-di hutan sebuah sumur, dan ketika hari itu sangat hangat, anak raja pergi ke hutan dan duduk di sisi dingin air mancur, dan ketika ia merasa bosan ia mengambil bola emas, dan melemparkannya di tinggi dan menangkapnya, dan bola ini adalah mainan favoritnya. 

Sekarang sehingga terjadi bahwa pada suatu kesempatan bola emas sang putri tidak jatuh ke tangan kecil yang ia mengangkat untuk itu, tetapi pada tanah di luar, dan berguling langsung ke dalam air. putri raja diikuti dengan matanya, tapi lenyap, dan sumur itu dalam, begitu dalam yang bawah tidak bisa dilihat. Pada saat ini ia mulai menangis, dan menangis keras dan keras, dan tidak bisa dihibur. Dan saat dia demikian keluh seseorang berkata, “Sakit apa kamu, putri raja Anda menangis sehingga bahkan batu akan menunjukkan belas kasihan.?” 

Dia melihat berkeliling ke samping dari mana suara itu datang, dan melihat kodok peregangan sebagainya besar, kepalanya yang buruk dari air. “Ah, air penyemprot-tua, bukan Anda,” katanya, “Aku menangis karena bola emas saya, yang telah jatuh ke dalam sumur.” “Diamlah, dan jangan menangis,” jawab katak itu, “saya dapat membantu Anda, tetapi apa yang akan Anda berikan jika aku membawa mainan lagi?” “Apa pun Anda harus, Sayang katak,” katanya, “saya pakaian, saya mutiara dan permata, dan bahkan mahkota emas yang saya pakai.” katak itu menjawab, “Aku tidak peduli untuk pakaian Anda, mutiara dan permata, atau untuk mahkota emas Anda, tetapi jika Anda akan mencintaiku dan membiarkan saya menjadi teman Anda dan bermain-sesama, dan duduk oleh Anda di meja kecil Anda, dan makan dari piring kecil emas Anda, dan minum dari cangkir kecil Anda, dan tidur di tempat tidur kecil Anda – jika Anda akan janji saya ini saya akan turun di bawah ini, dan membawa Anda bola emas Anda lagi. ” 

“Oh ya,” katanya, “Saya berjanji kepada Anda semua yang Anda inginkan, jika Anda akan tetapi membawa saya bola saya kembali lagi.” Tapi dia berpikir, “Bagaimana tidak konyol katak bicara Yang dilakukannya adalah duduk di dalam air dengan katak lain, dan serak.. Dia bisa ada teman untuk setiap manusia.” 

Namun katak ketika ia telah menerima janji ini, meletakkan kepalanya ke dalam air dan tenggelam ke bawah, dan dalam waktu singkat datang swimmming lagi dengan bola di mulutnya, dan melemparkannya di rumput. putri raja sangat senang melihat dia cantik mainan sekali lagi, dan mengambilnya, dan melarikan diri dengan itu. “Tunggu, tunggu,” kata katak. “Bawalah saya dengan Anda saya tidak dapat berjalan sebagai Anda dapat..” Tapi apa gunanya dia berteriak parau nya, serak, setelah dia, sekeras mungkin. Dia tidak mendengarkan, tapi berlari pulang dan segera melupakan katak miskin, yang terpaksa kembali ke dengan baik lagi. 

Keesokan harinya ketika ia duduk di meja dengan raja dan semua istana, dan makan dari piring sedikit emasnya, sesuatu yang datang merayap splish splash, splash splish, menaiki tangga marmer, dan ketika telah sampai di puncak, itu mengetuk pintu dan berteriak, “Putri, putri bungsunya, membuka pintu bagi saya.” Dia berlari untuk melihat siapa yang di luar, tapi ketika ia membuka pintu, ada kodok duduk di depannya. Lalu ia membanting pintu, terburu-buru, duduk untuk makan malam lagi, dan sangat ketakutan. Raja melihat dengan jelas bahwa jantung berdebar keras, dan berkata, “Anakku, apa kamu begitu takut? Apakah ada barangkali raksasa luar yang ingin membawa Anda pergi?” “Ah, tidak,” jawabnya. “Tidak ada raksasa tapi seekor katak yang menjijikkan.”
“Apa yang ingin kodok dengan Anda?” “Ah, sayang ayah, kemarin saat aku sedang duduk di hutan oleh sumur, bermain, bola emasku jatuh ke dalam air Dan karena aku menangis begitu., Katak itu membawanya keluar lagi untuk saya, dan karena ia begitu bersikeras, saya berjanji ia harus teman saya, tapi saya tidak pernah berpikir ia akan mampu keluar dari air-nya Dan sekarang dia ada di luar sana., dan ingin datang kepadaku. ” 

Sementara itu mengetuk untuk kedua kalinya, dan menangis, “Putri, putri bungsunya, membuka pintu bagi saya, apakah Anda tidak tahu apa yang Anda katakan kepada saya kemarin oleh air dingin dari sumur Putri,. Putri bungsunya, buka pintu bagi saya. ” 

Lalu kata raja, “Apa yang engkau telah berjanji harus Anda lakukan. Pergi dan biarkan dia masuk” Dia pergi dan membuka pintu, dan katak itu melompat dan mengikutinya, langkah demi langkah, ke kursinya. Di sana ia duduk dan menangis, “Angkat aku di samping Anda.” Dia yang tertunda, sampai akhirnya raja memerintahkan dia untuk melakukan itu. Setelah katak itu di atas kursi ia ingin berada di meja, dan ketika ia berada di meja dia berkata, “Sekarang, mendorong piring emas Anda sedikit lebih dekat kepada saya bahwa kami dapat makan bersama.” Dia melakukan ini, tapi mudah untuk melihat bahwa dia tidak melakukannya dengan sukarela. Katak menikmati apa yang dia makan, tapi hampir setiap mulut penuh ia mengambil mencekiknya. Akhirnya ia berkata, “Aku sudah makan dan saya puas, sekarang saya lelah, membawa saya ke ruangan kecil Anda dan membuat tempat tidur kecil sutra Anda siap, dan kami akan baik berbaring dan tidur.” 

putri raja mulai menangis, karena ia takut pada katak dingin yang dia tidak suka menyentuh, dan yang sekarang tidur di ranjang cantik, sedikit bersih. Tapi raja marah dan berkata, “Dia yang membantu Anda ketika Anda dalam kesulitan setelah itu seharusnya tidak akan dibenci oleh Anda.” Jadi, dia memegang katak dengan dua jari, dibawa ke lantai atas, dan menempatkannya di sudut, tetapi ketika ia berada di tempat tidur ia merayap padanya dan berkata, “Aku lelah, aku ingin tidur sebaik Anda, angkat saya atau saya akan memberitahu ayahmu. ” Saat ini dia sangat marah, dan mengambil dia dan melemparkannya dengan sekuat ke dinding. “Sekarang, akan Anda diam, katak menjijikkan,” katanya. Tetapi ketika ia jatuh ia tidak katak melainkan anak raja dengan jenis dan mata yang indah. Dia dengan kehendak ayahnya sekarang teman dan suami tercinta. Lalu dia menceritakan bagaimana ia telah menyihir oleh penyihir jahat, dan bagaimana tak ada yang bisa telah menyerahkan dia dari sumur kecuali dirinya sendiri, dan bahwa besok mereka akan pergi bersama-sama ke dalam kerajaan-Nya. 

Kemudian mereka pergi tidur, dan keesokan harinya ketika matahari terbangun mereka, kereta datang mengemudi dengan delapan kuda putih, yang bulu burung unta putih di kepala mereka, dan dimanfaatkan dengan rantai emas, dan di belakang berdiri hamba raja muda itu Setia Henry . Henry setia begitu bahagia ketika tuannya itu berubah menjadi katak, bahwa ia telah menyebabkan tiga band besi diletakkan sepanjang hatinya, supaya jangan harus meledak dengan duka dan kesedihan. kereta itu untuk melakukan raja muda ke kerajaannya. Setia Henry membantu mereka berdua dalam, dan menempatkan diri di belakang lagi, dan penuh dengan sukacita karena pembebasan ini. Dan ketika mereka telah didorong menjadi bagian dari cara anak raja mendengar cracking di belakangnya seolah-olah sesuatu telah rusak. Maka ia berbalik dan berteriak, “Henry, kereta adalah melanggar.” “Tidak, master, bukan kereta ini adalah sebuah band dari hati saya, yang ada di sana sangat menderita ketika kau kodok dan dipenjarakan di sumur..” Sekali lagi dan sekali lagi sementara mereka cara mereka sesuatu retak, dan setiap kali anak raja pikir kereta itu pecah, tapi itu hanya band yang muncul dari jantung Setia Henry karena tuannya adalah bebas dan senang.


Cerita Bahasa inggris The Frog King

In olden times when wishing still helped one, there lived a king whose daughters were all beautiful, but the youngest was so beautiful that the sun itself, which has seen so much, was astonished whenever it shone in her face. Close by the king’s castle lay a great dark forest, and under an old lime-tree in the forest was a well, and when the day was very warm, the king’s child went out into the forest and sat down by the side of the cool fountain, and when she was bored she took a golden ball, and threw it up on high and caught it, and this ball was her favorite plaything.

Now it so happened that on one occasion the princess’s golden ball did not fall into the little hand which she was holding up for it, but on to the ground beyond, and rolled straight into the water. The king’s daughter followed it with her eyes, but it vanished, and the well was deep, so deep that the bottom could not be seen. At this she began to cry, and cried louder and louder, and could not be comforted. And as she thus lamented someone said to her, “What ails you, king’s daughter? You weep so that even a stone would show pity.”

She looked round to the side from whence the voice came, and saw a frog stretching forth its big, ugly head from the water. “Ah, old water-splasher, is it you,” she said, “I am weeping for my golden ball, which has fallen into the well.” “Be quiet, and do not weep,” answered the frog, “I can help you, but what will you give me if I bring your plaything up again?” “Whatever you will have, dear frog,” said she, “My clothes, my pearls and jewels, and even the golden crown which I am wearing.” The frog answered, “I do not care for your clothes, your pearls and jewels, nor for your golden crown, but if you will love me and let me be your companion and play-fellow, and sit by you at your little table, and eat off your little golden plate, and drink out of your little cup, and sleep in your little bed – if you will promise me this I will go down below, and bring you your golden ball up again.”
“Oh yes,” said she, “I promise you all you wish, if you will but bring me my ball back again.” But she thought, “How the silly frog does talk. All he does is to sit in the water with the other frogs, and croak. He can be no companion to any human being.”

But the frog when he had received this promise, put his head into the water and sank down; and in a short while came swimmming up again with the ball in his mouth, and threw it on the grass. The king’s daughter was delighted to see her pretty plaything once more, and picked it up, and ran away with it. “Wait, wait,” said the frog. “Take me with you. I can’t run as you can.” But what did it avail him to scream his croak, croak, after her, as loudly as he could. She did not listen to it, but ran home and soon forgot the poor frog, who was forced to go back into his well again.

The next day when she had seated herself at table with the king and all the courtiers, and was eating from her little golden plate, something came creeping splish splash, splish splash, up the marble staircase, and when it had got to the top, it knocked at the door and cried, “Princess, youngest princess, open the door for me.” She ran to see who was outside, but when she opened the door, there sat the frog in front of it. Then she slammed the door to, in great haste, sat down to dinner again, and was quite frightened. The king saw plainly that her heart was beating violently, and said, “My child, what are you so afraid of? Is there perchance a giant outside who wants to carry you away?” “Ah, no,” replied she. “It is no giant but a disgusting frog.”

“What does a frog want with you?” “Ah, dear father, yesterday as I was in the forest sitting by the well, playing, my golden ball fell into the water. And because I cried so, the frog brought it out again for me, and because he so insisted, I promised him he should be my companion, but I never thought he would be able to come out of his water. And now he is outside there, and wants to come in to me.”
In the meantime it knocked a second time, and cried, “Princess, youngest princess, open the door for me, do you not know what you said to me yesterday by the cool waters of the well. Princess, youngest princess, open the door for me.”

Then said the king, “That which you have promised must you perform. Go and let him in.” She went and opened the door, and the frog hopped in and followed her, step by step, to her chair. There he sat and cried, “Lift me up beside you.” She delayed, until at last the king commanded her to do it. Once the frog was on the chair he wanted to be on the table, and when he was on the table he said, “Now, push your little golden plate nearer to me that we may eat together.” She did this, but it was easy to see that she did not do it willingly. The frog enjoyed what he ate, but almost every mouthful she took choked her. At length he said, “I have eaten and am satisfied, now I am tired, carry me into your little room and make your little silken bed ready, and we will both lie down and go to sleep.”

The king’s daughter began to cry, for she was afraid of the cold frog which she did not like to touch, and which was now to sleep in her pretty, clean little bed. But the king grew angry and said, “He who helped you when you were in trouble ought not afterwards to be despised by you.” So she took hold of the frog with two fingers, carried him upstairs, and put him in a corner, but when she was in bed he crept to her and said, “I am tired, I want to sleep as well as you, lift me up or I will tell your father.” At this she was terribly angry, and took him up and threw him with all her might against the wall. 

“Now, will you be quiet, odious frog,” said she. But when he fell down he was no frog but a king’s son with kind and beautiful eyes. He by her father’s will was now her dear companion and husband. Then he told her how he had been bewitched by a wicked witch, and how no one could have delivered him from the well but herself, and that to-morrow they would go together into his kingdom.
Then they went to sleep, and next morning when the sun awoke them, a carriage came driving up with eight white horses, which had white ostrich feathers on their heads, and were harnessed with golden chains, and behind stood the young king’s servant Faithful Henry. Faithful Henry had been so unhappy when his master was changed into a frog, that he had caused three iron bands to be laid round his heart, lest it should burst with grief and sadness. 

The carriage was to conduct the young king into his kingdom. Faithful Henry helped them both in, and placed himself behind again, and was full of joy because of this deliverance. And when they had driven a part of the way the king’s son heard a cracking behind him as if something had broken. So he turned round and cried, “Henry, the carriage is breaking.” “No, master, it is not the carriage. It is a band from my heart, which was put there in my great pain when you were a frog and imprisoned in the well.” Again and once again while they were on their way something cracked, and each time the king’s son thought the carriage was breaking, but it was only the bands which were springing from the heart of Faithful Henry because his master was set free and was happy.

Legenda Seribu candi

Alkisah, pada dahulu kala terdapat sebuah kerajaan besar yang bernama Prambanan. Rakyatnya hidup tenteran dan damai. Tetapi, apa yang terjadi kemudian? Kerajaan Prambanan diserang dan dijajah oleh negeri Pengging. Ketentraman Kerajaan Prambanan menjadi terusik. Para tentara tidak mampu menghadapi serangan pasukan Pengging. Akhirnya, kerajaan Prambanan dikuasai oleh Pengging, dan dipimpin oleh Bandung Bondowoso.

Bandung Bondowoso seorang yang suka memerintah dengan kejam. “Siapapun yang tidak menuruti perintahku, akan dijatuhi hukuman berat!”, ujar Bandung Bondowoso pada rakyatnya. Bandung Bondowoso adalah seorang yang sakti dan mempunyai pasukan jin. Tidak berapa lama berkuasa, Bandung Bondowoso suka mengamati gerak-gerik Loro Jonggrang, putri Raja Prambanan yang cantik jelita. “Cantik nian putri itu. Aku ingin dia menjadi permaisuriku,” pikir Bandung Bondowoso.

Esok harinya, Bondowoso mendekati Loro Jonggrang. “Kamu cantik sekali, maukah kau menjadi permaisuriku ?”, Tanya Bandung Bondowoso kepada Loro Jonggrang. Loro Jonggrang tersentak, mendengar pertanyaan Bondowoso. “Laki-laki ini lancang sekali, belum kenal denganku langsung menginginkanku menjadi permaisurinya”, ujar Loro Jongrang dalam hati. “Apa yang harus aku lakukan ?”. Loro Jonggrang menjadi kebingungan. Pikirannya berputar-putar. Jika ia menolak, maka Bandung Bondowoso akan marah besar dan membahayakan keluarganya serta rakyat Prambanan. Untuk mengiyakannya pun tidak mungkin, karena Loro Jonggrang memang tidak suka dengan Bandung Bondowoso.

“Bagaimana, Loro Jonggrang ?” desak Bondowoso. Akhirnya Loro Jonggrang mendapatkan ide. “Saya bersedia menjadi istri Tuan, tetapi ada syaratnya,” Katanya. “Apa syaratnya? Ingin harta yang berlimpah? Atau Istana yang megah?”. “Bukan itu, tuanku, kata Loro Jonggrang. Saya minta dibuatkan candi, jumlahnya harus seribu buah. “Seribu buah?” teriak Bondowoso. “Ya, dan candi itu harus selesai dalam waktu semalam.” Bandung Bondowoso menatap Loro Jonggrang, bibirnya bergetar menahan amarah. Sejak saat itu Bandung Bondowoso berpikir bagaimana caranya membuat 1000 candi. Akhirnya ia bertanya kepada penasehatnya. “Saya percaya tuanku bias membuat candi tersebut dengan bantuan Jin!”, kata penasehat. “Ya, benar juga usulmu, siapkan peralatan yang kubutuhkan!”

Setelah perlengkapan di siapkan. Bandung Bondowoso berdiri di depan altar batu. Kedua lengannya dibentangkan lebar-lebar. “Pasukan jin, Bantulah aku!” teriaknya dengan suara menggelegar. Tak lama kemudian, langit menjadi gelap. Angin menderu-deru. Sesaat kemudian, pasukan jin sudah mengerumuni Bandung Bondowoso. “Apa yang harus kami lakukan Tuan ?”, tanya pemimpin jin. “Bantu aku membangun seribu candi,” pinta Bandung Bondowoso. Para jin segera bergerak ke sana kemari, melaksanakan tugas masing-masing. Dalam waktu singkat bangunan candi sudah tersusun hampir mencapai seribu buah.

Sementara itu, diam-diam Loro Jonggrang mengamati dari kejauhan. Ia cemas, mengetahui Bondowoso dibantu oleh pasukan jin. “Wah, bagaimana ini?”, ujar Loro Jonggrang dalam hati. Ia mencari akal. Para dayang kerajaan disuruhnya berkumpul dan ditugaskan mengumpulkan jerami. “Cepat bakar semua jerami itu!” perintah Loro Jonggrang. Sebagian dayang lainnya disuruhnya menumbuk lesung. Dung… dung…dung! Semburat warna merah memancar ke langit dengan diiringi suara hiruk pikuk, sehingga mirip seperti fajar yang menyingsing.

Pasukan jin mengira fajar sudah menyingsing. “Wah, matahari akan terbit!” seru jin. “Kita harus segera pergi sebelum tubuh kita dihanguskan matahari,” sambung jin yang lain. Para jin tersebut berhamburan pergi meninggalkan tempat itu. Bandung Bondowoso sempat heran melihat kepanikan pasukan jin.

Paginya, Bandung Bondowoso mengajak Loro Jonggrang ke tempat candi. “Candi yang kau minta sudah berdiri!”. Loro Jonggrang segera menghitung jumlah candi itu. Ternyata jumlahnya hanya 999 buah!. “Jumlahnya kurang satu!” seru Loro Jonggrang. “Berarti tuan telah gagal memenuhi syarat yang saya ajukan”. Bandung Bondowoso terkejut mengetahui kekurangan itu. Ia menjadi sangat murka. “Tidak mungkin…”, kata Bondowoso sambil menatap tajam pada Loro Jonggrang. “Kalau begitu kau saja yang melengkapinya!” katanya sambil mengarahkan jarinya pada Loro Jonggrang. Ajaib! Loro Jonggrang langsung berubah menjadi patung batu.

Sampai saat ini candi-candi tersebut masih ada dan terletak di wilayah Prambanan, Jawa Tengah dan disebut Candi Loro Jonggrang.

Selasa, 09 April 2013

Abdi dan Capit





Angin dingi  pantai Klayar menerpa wajah Abdi. Hangatnya sinar matahari bulan juli di pesisir pacitan, di tepi jawa timur membakar kulit Abdi yang semakin legam. Dipandangnya hamparan pasir putih yang terpampang disepanjang pantai. Laut biru jernih membentang laksana lukisan.

" Huh, Bosan!" Abdi mengdengus kesal. Dilemparnya cangkang-cangkang umang yang berserakan ke arah laut, sambil berjalan perlahan, tiba-tiba,....

"Aduh! Siapa yang usil melempar cangkang umang ke kepalaku?" terdengar suara dari arah batu karang.

Abdi terkejut, didekatinya batu karang dengan hati-hati. Tidak ada seorangpun disitu, hanya seekor kepiting dengan capit yang tidak tajam.

"Tidak ada siapa-siapa?" bisik Abdi bingung.

"Hei, lemparanmu mengenai kepalaku!" kepiting besar itu bicara dan tampak marah pada Abdi. Abdi terkejut bukan kepalang. Kepiting berbicara?

"Kamu bisa bicara?" tanya Abdi bingung

Kepiting itu mengangguk kesal.

"Maaf yaa! " sambung abdi cepat, diulurkan tangannya tanda minta maaf, tetapi segera ditarik lagi melihat capit  kepiting itu berkilat tajam.

"Hmm, tidak apa. Kenalkan aku Capit!" kepiting besar itu memperkenalkan diri.

"Aku abdi'" jawab abdi tersenyum, hilang sudah rasa takutnya.

"Sedang apa kau disini abdi? Bukankah libur sekolah telah tiba?" tanya capit ramah.

"Aku bosan, setiap kali musim libur, aku tidak pernah kemana-mana. Bapak dan Ibuku sibuk dengan tokonya, karena pengunjung semakin banyak jika musim ibur begini!" abdi berkeluh kesah pada capit.

"Hei, tidaklah kau sadari, banyak sekali yang bisa kau lakukan untuk mengisi liburanmu," capit berseru dengan semangat.

"Apa misalya?" abdi balas bertanya.

Capit mengajak abdi berjalan menyusuri pesisir pantai menuju ke arah timur, dimana tebing-tebing kapur berdiri dengan gagah. Mereka mendaki ke atas tebing dan beridiri memandang ke sekeliling.

"Perhatikan pantai klayar ini abdi, apa yang kau lihat? apa yang kau rasakan?" capit menunjuk ke seluruh pantai.

Abdi terdiam memandang, ke sekeliling pantai, ada hamparan pasir putih yang lembut, ada suara deur ombak dari samudera yang biru jernih, ada jejeran batu karang yang kokoh, ada hembusan angin sejuk dari arah gunung-gunung sekitar pacitan.

"Hmm, ternyata pantai ini indah sekali ya capit," gumam abdi tersenyum.

Capit mengangguk setuju.

"Lalu?" capit bertanya.

"Aku tahu! Aku tahu! aku akan melukis keindahan pantai klayar, lalu akan aku beri bingkai dan aku taruh di toko cinderamata orang tuaku," abdi terpekik senang, wajahnya tampak memerah.

Capit tersenyum," Ide yang bagus sekali. Kau memang anak hebat."

Berhari-hari abdi sibuk dengan peralatan lukisnya, lukisannya indah luar biasa. Di toko pengunjung senang dengan karya abdi dan membeli lukisan abdi. Abdi senang bisa membantu bapak dan ibunya, sekaligus menikmati libur panjangnya.

Capit pun menjadi sahabat istimewa abdi, setiap kali abdi melukis di tepi pantai klayar, capit setia menemani. Hingga dalam setiap lukisan karya abdi selalu ada gambar capit di situ. Liburan kali ini adalah liburan teristimewa bagi Abdi.







Minggu, 24 Maret 2013

Si Kancil : Menipu Sang Buaya


Pada zaman dahulu Sang Kancil adalah merupakan binatang yang paling cerdik di dalam hutan. Banyak binatang-binatang di dalam hutan datang kepadanya untuk meminta pertolongan apabila mereka menghadapi masalah. Walaupun ia menjadi tempat tumpuan binatang- binatang di dalam hutan, tetapi ia tidak menunjukkan sikap yang sombong malah sedia membantu pada bila-bila masa saja.

Suatu hari Sang Kancil berjalan-jalan di dalam hutan untuk mencari makanan. Oleh kerana makanan di sekitar kawasan kediaman telah berkurangan Sang Kancil bercadang untuk mencari di luar kawasan kediamannya. Cuaca pada hari tersebut sangat panas, menyebabkan Sang Kancil berasa dahaga kerana terlalu lama berjalan, lalu ia berusaha mencari sungai yang berdekatan. Setelah meredah hutan akhirnya kancil berjumpa dengan sebatang sungai yang sangat jernih airnya. Tanpa membuang masa Sang Kancil terus minum dengan sepuas-puasnya. Kedinginan air sungai tersebut telah menghilangkan rasa dahaga Sang Kancil.

Kancil terus berjalan-jalan menyusuri tebing sungai, apabila terasa penat ia berehat sebentar di bawah pohon beringin yang sangat rendang di sekitar kawasan tersebut. Kancil berkata didalam hatinya "Aku mesti bersabar jika ingin mendapat makanan yang lazat-lazat". Setelah kepenatannya hilang, Sang Kancil menyusuri tebing sungai tersebut sambil memakan dedaun kegemarannya yang terdapat disekitarnya. Apabila tiba di satu kawasan yang agak lapang, Sang Kancil terpandang kebun buah-buahan yang sedang masak ranum di seberang sungai."Alangkah enaknya jika aku dapat menyeberangi sungai ini dan dapat menikmati buah-buahan tersebut" fikir Sang Kancil.

Sang Kancil terus berfikir mencari akal bagaimana untuk menyeberangi sungai yang sangat dalam lagi deras arusnya. Tiba-tiba Sang Kacil terpandang Sang Buaya yang sedang asyik berjemur di tebing sungai. Sudah menjadi kebiasaan buaya apabila hari panas ia suka berjemur untuk mendapat cahaya matahari.Tanpa berlengah-lengah lagi kancil terus menghampiri buaya yang sedang berjemur lalu berkata " Hai sabahatku Sang Buaya, apa khabar kamu pada hari ini?" buaya yang sedang asyik menikmati cahaya matahari terus membuka mata dan didapati sang kancil yang menegurnya tadi "Khabar baik sahabatku Sang Kancil" sambung buaya lagi "Apakah yang menyebabkan kamu datang ke mari?" jawab Sang Kancil "Aku membawa khabar gembira untuk kamu" mendengar kata-kata Sang Kacil, Sang Buaya tidak sabar lagi ingin mendengar khabar yang dibawa oleh Sang Kancil lalu berkata "Ceritakan kepada ku apakah yang engkau hendak sampaikan".

Kancil berkata "Aku diperintahkan oleh Raja Sulaiman supaya menghitung jumlah buaya yang terdapat di dalam sungai ini kerana Raja Sulaiman ingin memberi hadiah kepada kamu semua". Mendengar saja nama Raja Sulaiman sudah menggerunkan semua binatang kerana Nabi Sulaiman telah diberi kebesaran oleh Allah untuk memerintah semua makhluk di muka bumi ini. "Baiklah, kamu tunggu di sini, aku akan turun kedasar sungai untuk memanggil semua kawan aku" kata Sang Buaya. Sementara itu Sang Kancil sudah berangan-angan untuk menikmati buah-buahan. Tidak lama kemudian semua buaya yang berada di dasar sungai berkumpul di tebing sungai. Sang Kancil berkata "Hai buaya sekelian, aku telah diperintahkan oleh Nabi Saulaiman supaya menghitung jumlah kamu semua kerana Nabi Sulaiman akan memberi hadiah yang istimewa pada hari ini". Kata kancil lagi "Beraturlah kamu merentasi sungai bermula daripada tebing sebelah sini sehingga ke tebing sebelah sana".

Oleh kerana perintah tersebut adalah datangnya daripada Nabi Sulaiman semua buaya segera beratur tanpa membantah. Kata Buaya tadi "Sekarang hitunglah, kami sudah bersedia" Sang Kancil mengambil sepotong kayu yang berada di situ lalu melompat ke atas buaya yang pertama di tepi sungai dan ia mula menghitung dengan menyebut "Satu dua tiga lekuk, jantan betina aku ketuk" sambil mengetuk kepala buaya begitulah sehingga kancil berjaya menyeberangi sungai. Apabila sampai ditebing sana kancil terus melompat ke atas tebing sungai sambil bersorak kegembiraan dan berkata" Hai buaya-buaya sekalian, tahukah kamu bahawa aku telah menipu kamu semua dan tidak ada hadiah yang akan diberikan oleh Nabi Sulaiman".

Mendengar kata-kata Sang Kancil semua buaya berasa marah dan malu kerana mereka telah di tipu oleh kancil. Mereka bersumpah dan tidak akan melepaskan Sang Kancil apabila bertemu pada masa akan datang. Dendam buaya tersebut terus membara sehingga hari ini. Sementara itu Sang Kancil terus melompat kegembiraan dan terus meniggalkan buaya-buaya tersebut dan terus menghilangkan diri di dalam kebun buah-buahan untuk menikmati buah-buahan yang sedang masak ranum itu.