Minggu, 24 Maret 2013

Si Kancil : Menipu Sang Buaya


Pada zaman dahulu Sang Kancil adalah merupakan binatang yang paling cerdik di dalam hutan. Banyak binatang-binatang di dalam hutan datang kepadanya untuk meminta pertolongan apabila mereka menghadapi masalah. Walaupun ia menjadi tempat tumpuan binatang- binatang di dalam hutan, tetapi ia tidak menunjukkan sikap yang sombong malah sedia membantu pada bila-bila masa saja.

Suatu hari Sang Kancil berjalan-jalan di dalam hutan untuk mencari makanan. Oleh kerana makanan di sekitar kawasan kediaman telah berkurangan Sang Kancil bercadang untuk mencari di luar kawasan kediamannya. Cuaca pada hari tersebut sangat panas, menyebabkan Sang Kancil berasa dahaga kerana terlalu lama berjalan, lalu ia berusaha mencari sungai yang berdekatan. Setelah meredah hutan akhirnya kancil berjumpa dengan sebatang sungai yang sangat jernih airnya. Tanpa membuang masa Sang Kancil terus minum dengan sepuas-puasnya. Kedinginan air sungai tersebut telah menghilangkan rasa dahaga Sang Kancil.

Kancil terus berjalan-jalan menyusuri tebing sungai, apabila terasa penat ia berehat sebentar di bawah pohon beringin yang sangat rendang di sekitar kawasan tersebut. Kancil berkata didalam hatinya "Aku mesti bersabar jika ingin mendapat makanan yang lazat-lazat". Setelah kepenatannya hilang, Sang Kancil menyusuri tebing sungai tersebut sambil memakan dedaun kegemarannya yang terdapat disekitarnya. Apabila tiba di satu kawasan yang agak lapang, Sang Kancil terpandang kebun buah-buahan yang sedang masak ranum di seberang sungai."Alangkah enaknya jika aku dapat menyeberangi sungai ini dan dapat menikmati buah-buahan tersebut" fikir Sang Kancil.

Sang Kancil terus berfikir mencari akal bagaimana untuk menyeberangi sungai yang sangat dalam lagi deras arusnya. Tiba-tiba Sang Kacil terpandang Sang Buaya yang sedang asyik berjemur di tebing sungai. Sudah menjadi kebiasaan buaya apabila hari panas ia suka berjemur untuk mendapat cahaya matahari.Tanpa berlengah-lengah lagi kancil terus menghampiri buaya yang sedang berjemur lalu berkata " Hai sabahatku Sang Buaya, apa khabar kamu pada hari ini?" buaya yang sedang asyik menikmati cahaya matahari terus membuka mata dan didapati sang kancil yang menegurnya tadi "Khabar baik sahabatku Sang Kancil" sambung buaya lagi "Apakah yang menyebabkan kamu datang ke mari?" jawab Sang Kancil "Aku membawa khabar gembira untuk kamu" mendengar kata-kata Sang Kacil, Sang Buaya tidak sabar lagi ingin mendengar khabar yang dibawa oleh Sang Kancil lalu berkata "Ceritakan kepada ku apakah yang engkau hendak sampaikan".

Kancil berkata "Aku diperintahkan oleh Raja Sulaiman supaya menghitung jumlah buaya yang terdapat di dalam sungai ini kerana Raja Sulaiman ingin memberi hadiah kepada kamu semua". Mendengar saja nama Raja Sulaiman sudah menggerunkan semua binatang kerana Nabi Sulaiman telah diberi kebesaran oleh Allah untuk memerintah semua makhluk di muka bumi ini. "Baiklah, kamu tunggu di sini, aku akan turun kedasar sungai untuk memanggil semua kawan aku" kata Sang Buaya. Sementara itu Sang Kancil sudah berangan-angan untuk menikmati buah-buahan. Tidak lama kemudian semua buaya yang berada di dasar sungai berkumpul di tebing sungai. Sang Kancil berkata "Hai buaya sekelian, aku telah diperintahkan oleh Nabi Saulaiman supaya menghitung jumlah kamu semua kerana Nabi Sulaiman akan memberi hadiah yang istimewa pada hari ini". Kata kancil lagi "Beraturlah kamu merentasi sungai bermula daripada tebing sebelah sini sehingga ke tebing sebelah sana".

Oleh kerana perintah tersebut adalah datangnya daripada Nabi Sulaiman semua buaya segera beratur tanpa membantah. Kata Buaya tadi "Sekarang hitunglah, kami sudah bersedia" Sang Kancil mengambil sepotong kayu yang berada di situ lalu melompat ke atas buaya yang pertama di tepi sungai dan ia mula menghitung dengan menyebut "Satu dua tiga lekuk, jantan betina aku ketuk" sambil mengetuk kepala buaya begitulah sehingga kancil berjaya menyeberangi sungai. Apabila sampai ditebing sana kancil terus melompat ke atas tebing sungai sambil bersorak kegembiraan dan berkata" Hai buaya-buaya sekalian, tahukah kamu bahawa aku telah menipu kamu semua dan tidak ada hadiah yang akan diberikan oleh Nabi Sulaiman".

Mendengar kata-kata Sang Kancil semua buaya berasa marah dan malu kerana mereka telah di tipu oleh kancil. Mereka bersumpah dan tidak akan melepaskan Sang Kancil apabila bertemu pada masa akan datang. Dendam buaya tersebut terus membara sehingga hari ini. Sementara itu Sang Kancil terus melompat kegembiraan dan terus meniggalkan buaya-buaya tersebut dan terus menghilangkan diri di dalam kebun buah-buahan untuk menikmati buah-buahan yang sedang masak ranum itu.

Kera Yang Sombong


063d1a9950ca88dd0942bbede78713ec_monyet-ngelamun
Pada suatu hari sang Raja Hutan “Singa” ditembak oleh seorang pemburu, penghuni hutan rimba jadi gelisah. Mereka tidak mempunyai Raja lagi. Selang beberapa lama seluruh penghuni hutan rimba berkumpul untuk memilih Raja yang baru.

Pertama yang dicalonkan adalah Macan Tutul, tetapi macan tutul menolak.
“Jangan, melihat manusia saja aku sudah lari tunggang langgang,” ujarnya.
“Kalau gitu Badak saja, kau kan amat kuat,” kata binatang lain.
“Tidak-tidak, penglihatanku kurang baik, aku telah menabrak pohon berkali-kali.” ujar sang Badak.
“Oh, mungkin Gajah saja yang jadi Raja, badan kau kan besar..”, ujar binatang-binatang lain.
“Aku tidak bisa berkelahi dan gerakanku amat lambat,” sahut gajah.


Binatang-binatang menjadi bingung, mereka belum menemukan raja pengganti. Ketika hendak bubar, tiba-tiba kera berteriak, “Manusia saja yang menjadi raja, ia kan yang sudah membunuh Singa”.
“Tidak mungkin,” jawab tupai.
“Coba kalian semua perhatikan aku?, aku mirip dengan manusia bukan ?, maka akulah yang cocok menjadi raja,” ujar kera.


Setelah melalui perundingan, penghuni hutan sepakat Kera menjadi raja yang baru. Setelah diangkat menjadi raja, tingkah laku Kera sama sekali tidak seperti Raja. Kerjanya hanya bermalas-malasan sambil menyantap makanan yang lezat-lezat.
Penghuni binatang menjadi kesal, terutama srigala. Srigala berpikir, “bagaimana si kera bisa menyamakan dirinya dengan manusia ya?, badannya saja yang sama, tetapi otaknya tidak”.

Srigala mendapat ide. Suatu hari, ia menghadap kera. “Tuanku, saya menemukan makanan yang amat lezat, saya yakin tuanku pasti suka. Saya akan antarkan tuan ke tempat itu,” ujar srigala. Tanpa pikir panjang, kera, si Raja yang baru pergi bersama srigala. Di tengah hutan, teronggok buah-buahan kesukaan kera. Kera yang tamak langsung menyergap buah-buahan itu. Ternyata, si kera langsung terjeblos ke dalam tanah. Makanan yang disergapnya ternyata jebakan yang dibuat manusia.
“Tolong?tolong,” teriak kera, sambil berjuang keras agar bisa keluar dari perangkap.


“Hahahaha! Tak pernah kubayangkan, seorang raja bisa berlaku bodoh, terjebak dalam perangkap yang dipasang manusia, Raja seperti kera mana bisa melindungi rakyatnya,” ujar srigala dan binatang lainnya. Tak berapa lama setelah binatang-binatang meninggalkan kera, seorang pemburu datang ke tempat itu. Melihat ada kera di dalamnya, ia langsung membawa tangkapannya ke rumah.
Pesan Moral : Perlakukanlah teman-teman kita dengan baik, janganlah sombong dan bermalas-malasan. Jika kita sombong dan memperlakukan teman-teman semena-mena, nantinya tidak akan mempunyai teman lagi.

Kisah Semut Dan Kepompong


Kisah Semut dan Kepompong
Kisah Semut dan Kepompong
Dikisahkan ada sebuah hutan yang sangat lebat, tinggallah disana bermacam-macam hewan, mulai dari semut, gajah, harimau, badak, burung dan sebagainya. Pada suatu hari datanglah badai yang sangat dahsyat. Badai itu datang seketika sehingga membuat panik seluruh hewan penghuni hutan itu. Semua hewan panik dan berlari ketakutan menghindari badai yang datang tersebut.

Keesokan harinya, matahari muncul dengan sangat hangatnya dan kicauan burung terdengar dengan merdunya, namun apa yang terjadi? banyak pohon di hutan tersebut tumbang berserakan sehingga membuat hutan tersebut menjadi hutan yang berantakan.

Seekor Kepompong sedang menangis dan bersedih akan apa yang telah terjadi di sebuah pohon yang sudah tumbang. “Hu..huu…betapa sedihnya kita, diterjang badai tapi tak ada tempat satupun yang aman untuk berlindung..huhu..” sedih sang Kepompong meratapi keadaan.

Dari balik tanah, muncullah seekor semut yang dengan sombongnya berkata “Hai kepompong, lihatlah aku, aku terlindungi dari badai kemarin, tidak seperti kau yang ada diatas tanah, lihat tubuhmu, kau hanya menempel di pohon yang tumbang dan tidak bisa berlindung dari badai” kata sang Semut dengan sombongnya.

Si Semut semakin sombong dan terus berkata demikian kepada semua hewan yang ada di hutan tersebut, sampai pada suatu hari si Semut berjalan diatas lumpur hidup. Si Semut tidak tahu kalau ia berjalan diatas lumpur hidup yang bisa menelan dan menariknya kedalam lumpur tersebut.

“Tolong…tolong….aku terjebak di lumpur hidup..tolong”, teriak si semut. Lalu terdengar suara dari atas, “Kayaknya kamu lagi sedang kesulitan ya, semut?” si Semut menengok ke atas mencari sumber suara tadi, ternyata suara tadi berasal dari seekor kupu-kupu yang sedang terbang diatas lumpur hidup tadi.
“Siapa kau?” tanya si Semut galau. “Aku adalah kepompong yang waktu itu kau hina” jawab si Kupu-kupu. Semut merasa malu sekali dan meminta bantuan si Kupu-kupu untuk menolong dia dari lumpur yang menghisapnya. “Tolong aku kupu-kupu, aku minta maaf waktu itu aku sangat sombong sekali bisa bertahan dari badai cuma hanya karena aku berlindung dibawah tanah”. Si kupu-kupu akhirnya menolong si Semut dan semutpun selamat serta berjanji ia tidak akan menghina semua makhluk ciptaan Tuhan yang ada di hutan tersebut.

Pesan Moral: kita harus menyayangi dan menghormati semua makhluk ciptaan Tuhan. Intinya semua ciptaan Tuhan harus kita kasihi dan tidak boleh kita menghina makhluk yang lain.

Si Kancil : Seruling Ajaib


Si Kancil sedang asyik berjalan di hutan bambu. “Ternyata enak juga jalan-jalan dihutan bambu, sejuk dan begitu damai,” kata kancil dalam hati. Keasyikan berjalan membuat ia lupa jalan keluar, lalu ia mencoba jalan pintas dengan menerobos pohon-pohon bambu. Tapi yang terjadi si kancil malah terjepit diantara batang pohon bambu. “Tolong! Tolong!” teriak kancil. Ia meronta-ronta, tapi semakin ia meronta semakin kuat terjepit. Ia hanya berharap mudah-mudahan ada binatang lain yang menolongnya.
ImageTak jauh dari hutan bambu, seekor harimau sedang beristirahat sambil mendengarkan kicauan burung. Ia berkhayal bisa bernyanyi seperti burung. “Andai aku bisa bernyanyi seperti burung, tapi siapa yang mau mengajari aku bernyanyi ya ?”, tanyanya dalam hati. Semilir angin membuat harimau terkantuk-kantuk. Tak lama setelah ia mendengkur, terdengar suara berderit-derit. Suara itu semakin nyaring karena terbawa angin. “Suara apa ya itu ?” kata harimau.

“Yang pasti bukan suara kicauan burung, sepertinya suaranya datang dari arah hutan bambu, lebih baik aku selidiki saja,” ujar si harimau. Suara semakin jelas ketika harimau sampai di hutan bambu. Ia mendapati ternyata seekor kancil sedang terjepit diantara pohon-pohon bambu. “Wah aku beruntung sekali hari ini, tanpa susah payah hidangan lezat sudah tersedia”, ujar harimau kepada kancil sambil lidahnya berdecap melihat tubuh kancil yang gemuk. Kancil sangat ketakutan.”Apa yang harus kulakukan agar bisa lolos dengan selamat ?”, pikir si kancil.

Image“Harimau yang baik, janganlah kau makan aku, tubuhku yang kecil pasti tak akan mengenyangkanmu.” “Aku tak perduli, aku sudah lama menunggu kesempatan ini,” ujar si harimau. Angin tiba-tiba berhembus lagi, kriet….kriet… “Suara apa itu ?”, Tanya Harimau penasaran. “Itu suara seruling ajaibku,” jawab kancil dengan cepat. Otaknya yang cerdik telah menemukan suatu cara untuk meloloskan diri. “Aku bersedia mengajarimu asalkan engkau tidak memangsaku, bagaimana ?” Tanya si kancil. Harimau tergoda dengan tawaran si kancil, karena ia memang ingin dapat bernyanyi seperti burung. Ia berpikir meniup seruling tidak kalah hebat dengan bernyanyi. Tangan si kancil pura-pura asyik memainkan seruling seiring dengan hembusan angin. Sementara harimau memperhatikan dengan serius. “Koq lagunya hanya seperti itu ?”, Tanya harimau. “ini baru nada dasar”, jawab kancil.

“Begini caranya, coba kau kemari dan renggangkan dulu batang bambu ini dari tubuhku”, kata si kancil. Harimau melakukan apa yang dikatakan kancil hingga akhirnya kancil terbebas dari jepitan pohon bambu. “Nah, sekarang masukkan lehermu dan julurkan lidahmu pada batang bambu ini. Lalu tiuplah pelan-pelan ,” Kancil menerangkan dengan serius. “Jangan heran ya, kalau suaranya kadang kurang merdu, tapi kalau lagi tidak ngadat suaranya bagus lho.” “Untung ada si harimau, hmm bodoh sekali dia, mana ada seruling ajaib,” kata kancil dalam hati. “Harimau yang telah terjepit diantara batang bamboo tidak menyadari bahwa ia telah ditipu si kancil. “Kau mau pergi kemana, Cil ?”, Tanya harimau. “Aku mau minum dulu, tenggorokanku kering karena kebanyakan meniup seuling,” jawab si kancil. “Masa aku harus belajar sendiri ?”, tanya harimau lagi. “Aku pergi tidak lama, nanti waktu aku kembali, kau harus sudah bisa meniupnya ya, jawab si kancil sambil pergi meninggalkan harimau.

Setelah si kancil pergi, angin bertiup semilir-semilir dan semakin lama semakin kencang. Batang-batang pohon bambu menjadi saling bergesekan dan berderit-derit. “Hore aku bisa !”, seru harimau bersemangat. Karena terlalu bersemangat meniup, lidah harimau menjadi terjepit di antara batang bambu. Ia berteriak kesakitan dan segera menarik lidahnya dari jepitan batang bambu. “Wah ternyata aku telah ditipu lagi oleh si kancil, betapa bodohnya aku ini !, pasti bunyi berderit-derit itu suara batang bambu yang bergesekan. “Grr, benar-benar keterlaluan, kalau ketemu nanti akan ku hajar si kancil”, kata harimau.

Setelah lelah mencari si kancil, akhirnya harimau beristirahat di bawah pohon. Angin berhembus kembali. Kriet..kriet..krietmembuat batang-batang bambu saling bergesekan dan berderit-derit. Hal ini membuat amarah harimau sedikit reda. Ia jadi mengantuk dan akhirnya tertidur. Dalam tidurnya ia bermimpi dapat meniup seruling asli ! Membuat para binatang menari dan menyanyi.



The Benefit of StoryTelling




Busyness be one reason for the lack of time parents to their children. A survey conducted on 500 children aged 3-8 years in the UK revealed that nearly two thirds of children surveyed wanted the parents to take the time to read stories before they sleep, especially by the mother.

"One of the best ways to spend time with 
his children is through storytelling for them,"

Until now the activities of storytelling has been abandoned by many parents, because they are inconvenient and make them even more tired after a long day of work. When in fact positive storytelling is an activity that can strengthen the relationship between mother and child.


 "Storytelling is not really a lull of activities for children, 
but rather serves to enhance the closeness of mother and child,
 and the child's brain develop capabilities"

Storytelling also helps the development of psychological and emotional intelligence, as well as several other benefits as follows:

1. Developing a child's imagination

The child's world is a world full of imagination. Children aged 3-7 years had the "world" of its own, even having imaginary friends as their friends play. It is actually not wrong, because it can help the process of their development. However, parents should keep control of the imagination Meeka to remain positive, one through storytelling. Through tales read by the mother, the child's imagination will be directed better.

2. Improving language skills


Listen to the tale is one of the early stimulation that can be used to stimulate the child's language skills. According to the study, girls are more quickly master the language skills than boys. This is because girls have a focus and better concentration than men.




"It is influenced by the ability of multitasking woman" controlled early ability children are verbal ability, so that their right brain is more developed and more trained skills berbahasanya. In addition, the fairy tales that will positively help the child in a language-spoken polite.

3. Increasing interest in reading children

Indirectly, children who have an interest in the tale will have a higher curiosity. The easiest way to tell stories is to read stories to them. When interested in fairy tales, they became more interested in picture story books. By itself, increased interest in reading them.

4. Building the emotional intelligence

In addition to closer intimacy of mother and child, storytelling was able to build a child's emotional intelligence. Children will learn about moral values ​​in life.

 "Young children are difficult to learn about things in the abstract, as good in others. But the fairy tale, the child will be helped to understand the emotional values ​​on others "

 children today are mostly just having cognitive intelligence, emotional intelligence but also needed to socialize and to do good to others as the stock of their lives.

5. Establish a child is capable of empathy

Stimulation through the fairy tale will be able to stimulate the sensitivity of children aged 3-7 years to a variety of social situations. They will learn to be more empathetic to the surrounding environment. Stimulation would be better if it is done by stimulating the auditory than visual. Visual stimulation via television or the game is going to stimulate the visual cleverness, but it will not stimulate the child's sensitivity and empathy feelings. With the loss, and the stories that educate, the child will more easily absorb the positive values ​​and empathize with others.

Lake Toba Legend


DANAU TOBA

Once upon a time there was a prosperous village in a far away island called Sumatra. In northern part of the island, lived a farmer whose name was Toba. He lived alone in a hut by a small forest. He worked on his farmland to grow rice and vegetables that he sells to local market. Once day he wanted to catch some fish so he went to a river and fished there. He was very surprised when he got a big fish. The fish was as big as human being. Soon he went home and put the fish in his kitchen. He planned to cook the fish for his dinner that night. When he got to his house that afternoon he took a bath. Then as he walked into his bedroom after taking a bath Toba was very shocked. Do you want to know what happened?

There stood in his living room a very beautiful girl. The girl greeted him nicely. For a moment Toba was speechless. When he could control his emotion he asked her.

‘Who are you? What’s your name? Why suddenly you are here in my house?’

‘Pardon me if I surprised you Mr. Toba, but you took me here. I was the fish that you caught in the river. Now that I become a human being again, I would like to thank you and I will be your servant to express my thankfulness’

‘Were you the fish?’

‘Yes, I was the fish. Look at your kitchen’.

Toba immediately rushed to his kitchen and the fish was nowhere to be seen. He saw some gold coins instead.

‘Whose coins are these? Why there are some coins here?’

‘Those coins are mine. As I changed into human being my scales changed into gold coins’

‘Ok you can live here and work for me. Your room is over there’

‘Thank you very much Mr. Toba’

Since that day the beautiful girl lived in Toba’s house. Since she was very beautiful Toba fell in love with her and not long after that they got married. The girl married to Toba on one condition that he would never tell anybody about her past. Toba agreed to the condition. Several months later Toba’s wife delivered to a baby boy. Their son was healthy. Soon he grew up into a handsome boy. Toba named him Samosir. Unfortunately Samosir was a lazy boy. He did not want to work at all. When his father worked hard in his rice field and farm, Samosir just slept. When he was awake he talked a lot and he ate a lot. Toba was very disappointed with his son’s nature. He hoped that one day Samosir would change into a diligent boy. Day in and day out but Samosir never changed.

Toba used to go to his farm and rice field early in the morning. Then at midday his wife would bring him food. They used to eat lunch at their farm. As he was a teenager Toba and his wife tried to change his behavior. They ordered Samosir to bring food for his father for lunch while her mother stayed at home to do household chores. But Samosir never did his duty well. He always woke up very late. He woke up after midday. Then one day his mother forced him to bring the food.

‘Sam, wake up. Go to the farm and bring the food for your father. He must be very tired and hungry now’.

But Mom, I am tired and hungry too’

‘What makes you tired? You just wake up. Go now. You father needs the food’

Toba reluctantly went to the farm. But he did not go to the farm immediately. He stopped somewhere in the street and ate the food. It was already late afternoon when he got to the farm. His father was disappointed. Then he was angry as he realized that his son had eaten his food. He said sarcastically.

‘O, you are stupid lazy boy. You are son of a fish!’

Samosir was hurt. He went home right away and as he got home he told his mother about his father’s words. Samosir’s mother was shocked. She was also deeply hurt.

‘O Toba. You break your promise so I cannot live with you here anymore. Now you have to accept to consequence of what you did. Samosir, now go to the hill, find the tallest tree and climb it’

‘Why mom? What will happen?’

‘Just do it, never ask any question. Good bye’

As soon as she finished saying that suddenly the weather changed. Sunny day suddenly turned into cloudy day. Not long after that the rain poured heavily. The rain last for several days. Consequently the area was flooded. The whole area became a big lake. Then it was called Lake Toba and in the middle of the lake there is an island called Samosir Island. Meanwhile Toba’s wife disappeared.

Lake Toba is located in the province of North Sumatra, Indonesia. Today it becomes a tourist destination.

Jaka Tarub And Nawang Wulan




Jaka Tarub was a handsome and diligent young man. He lived in a village near a lake. One day, when Jaka Tarub passed the lake, he heard some giggles and laughs of some girls who were bathing in the lake. He was curious, so he peeped through the bushes. There were seven beautiful girls in the lake. They’re fairies from the heavenly kingdom of kahyangan. Jaka Tarub saw a scarf near the bushes. It belonged to one of the fairies. Jaka Tarub then took it and hid it.

Crack!!! Accidentally, Jaka Tarub stepped on a twig. “There’s someone!” said one of the fairies. “Let’s get back. Hurry!” she said. They pulled over and wear their scarf. “Where is my scarf?” one of the fairies couldn’t find her scarf. She was the youngest fairy called Nawang Wulan. They tried to search for it, but it was no where to be found. “We’re sorry, Wulan. We have to go back to kahyangan,” said the eldest fairy. “You’ll have to find it by yourself. We’ll wait for you in kahyangan,” she said in empathy. The other fairies then flew to the sky leaving Nawang Wulan behind. Nawang Wulan saw them leaving in tears. She was so sad.

“Excuse me …,” said Jaka Tarub, startling Nawang Wulan. “Are you okay?” he asked. Nawang Wulan moved backward, “Who are you?” she asked. “My name is Jaka Tarub. I was passing by and I heard you crying, so I came to see what happen,” Jaka Tarub lied. Nawang Wulan then told him about her problem. “I can’t fly without my scarf,” she said. Jaka Tarub then asked Nawang Wulan to come home with him. At first, Nawang Wulan refused the offer. But since she didn’t have anywhere else to go, Nawang Wulan then decided to follow Jaka Tarub.

Nawang Wulan stayed with Jaka Tarub in the village. A month passed, and they decided to get married. Nawang Wulan was willing to marry a human because she fell in love with Jaka Tarub. After a year, they had a beautiful daughter. They named her Kumalasari. They lived happily.

Jaka Tarub was also happy to live with Nawang Wulan and Kumalasari. Especially because he always got a lot of harvest since he married Nawang Wulan. He couldn’t even keep all of his harvest in the barn because it was always full. “It’s so weird. Nawang Wulan cooked everyday, but why is my barn always full,” Jaka Tarub mumbled to himself. He was so curious. One day, Jaka Tarub stayed at home. “I want to stay home today. I’d like to play with Kumalasari,” he said to his wife. “Well, I’ll go to the river to wash the clothes. Please keep an eye on Kumalasari,” asked Nawang Wulan. “I’m cooking rice now. Please do not open the pan cover before it’s done,” she said just before she left. “Could this be the secret?” Jaka Tarub thought. After Nawang Wulan left, he curiously opened the pan cover. He found only one single paddy. “How come?” he wondered.

Before lunch, Nawang Wulan came home. She headed to the kitchen to see the rice she had cooked. She found that the rice turned into only a few grains. “Did you open the pan cover?” she asked her husband. “I… I’m sorry. I was curious,” Jaka Tarub said as he realized his fault.

Ever since, Nawang Wulan had lost her power. She couldn’t cook rice with only a single paddy. Their paddy supply was slowly lessened. Their barn was almost empty. One day, Nawang Wulan went to the barn to get some paddy. When she took one of them, she found a scarf. “What’s this? This is my scarf,” said Nawang Wulan startled.

That night, Nawang Wulan asked her husband about the scarf. Jaka Tarub’s eyes widened, “You found it?” he asked. Jaka Tarub looked down and asked for her forgiveness. “Because I’ve found my scarf, it’s time for me to go back to where I belong,” Nawang Wulan said. Jaka Tarub tried to stop her, but Nawang Wulan had made up her mind. “Please take good care of Kumalasari,” she said. “If she wanted to see me, take seven grains of candlenut and put it into a basket. Shake it as you play the bamboo flute. I’ll come to see her,” she explained.

Jaka Tarub promised to take good care of their daughter. He once again asked for forgiveness for all of his mistakes. “I’ve forgiven you, so you don’t have to feel guilty. I must go now. Take care,” said Nawang Wulan as she flew to the bright full moon.***